Coban Rondo merupakan air terjun yang terletak di Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Air terjun ini mudah dijangkau oleh kendaraan umum.
Akses yang paling mudah adalah melalui jalan raya Malang-Batu dari sebelah timur atau Kediri-Pare menuju Malang dari arah barat.
Pada tahun 2010, [1] tiket masuk seharga Rp 8.000,00 per orang sedangkan tarif parkir untuk kendaraan roda dua adalah Rp 2.000,00.
Coban Rondo terletak pada ketinggian 1135 m di atas permukaan laut. Air terjun ini memiliki ketinggian 84 meter dengan debit air berkisar antara 90 liter per detik pada musim kemarau sampai dengan 150 liter per detik pada musim penghujan. [2]
Coban Rondo sebenarnya merupakan bagian dari kelompok air terjun bertingkat (dimulai dengan air terjun kembar bernama Coban Manten, yang bergabung menjadi satu dinamakan Coban Dudo, dan kemudian mengalir ke bawah dengan nama Coban Rondo).
Akses yang paling mudah adalah melalui jalan raya Malang-Batu dari sebelah timur atau Kediri-Pare menuju Malang dari arah barat.
Pada tahun 2010, [1] tiket masuk seharga Rp 8.000,00 per orang sedangkan tarif parkir untuk kendaraan roda dua adalah Rp 2.000,00.
Coban Rondo terletak pada ketinggian 1135 m di atas permukaan laut. Air terjun ini memiliki ketinggian 84 meter dengan debit air berkisar antara 90 liter per detik pada musim kemarau sampai dengan 150 liter per detik pada musim penghujan. [2]
Coban Rondo sebenarnya merupakan bagian dari kelompok air terjun bertingkat (dimulai dengan air terjun kembar bernama Coban Manten, yang bergabung menjadi satu dinamakan Coban Dudo, dan kemudian mengalir ke bawah dengan nama Coban Rondo).
Mitos Dan Legenda
Kita warga Malang tidak mungkin asing dengan nama Coban Rondo. Air terjun ini terletak di desa Pandesari, Kecamatan Pujon, Malang Jawa timur. Coban ini memiliki ketinggian 85 meter, dan berada di ketinggian 1.135 m dari permukaan air laut. Pada bagian atas coban ini terdapat air terjun kembar, bernama coban manten, yang menyatu menjadi coban dudo dan mengalir ke bawah menjadi coban rondo. Sumber air dari ketiga air terjun ini berada di atas coban manten, suatu dataran tanpa pohon satu biji pun di daerah kepundan. Perjalanan ke mata air ini membutuhkan perjuangan ekstra karena medan yang licin dan jarak yang lumayan jauh (3-4 km).
Legenda di balik penamaan air terjun ini sudah tersiar luas. Berawal dari sepasang pengantin baru bernama Dewi Anjarwati dan Raden Baron Kusumo yang ingin melakukan perjalanan ke Gunung Anjasmoro, konflik berawal ketika keinginan itu ditentang orangtua Dewi Anjarwati karena usia pernikahan mereka yang baru memasuki Selapan (36 hari dalam bahas jawa). Akan tetapi mereka bersikeras dan akhirnya bahaya pun ditemui di tengah jalan. Entah dari mana, muncullah Joko Lelono yang terpikat kecantikan Dewi Anjarwati. Perkelahian pun tak terelakkan. Raden baron Kusumo lantas memerintahkan punokawannya untuk menyembunyikan Dewi Anjarwati di sebuah coban (air terjun) dan di saat akhirnya pertarungannya dengan Joko Lelono berbuah kematian keduanya, tinggallah Dewi Anjarwati menjadi janda (rondo).Hingga akhirnya tempat persembunyian Dewi Anjarwati disebut sebagai Coban Rondo.
Mitos yang berkembang di tempat ini adalah jika datang ke tempat ini bersama kekasih, hubungan mereka akan kandas. Entah apakah kebenarannya dapat ditelusuri, akan tetapi yang jelas, pastilah mitos ini didasari dan terinspirasi dari kisah Dewi Anjarwati dan Raden Baron Kusumo. Meskipun hanya mitos, wacana ini pastilah terlintas di benak pengunjung dan bagi orang-orang yang percaya hal-hal mistis dan supranatural sebagai bahan pertimbangan ulang untuk plesir mengunjungi tempat ini.
Berkaitan dengan mitos dan hal-hal mistis, tiap tempat wisata pastilah memiliki pantangan sendiri. Dan tentu saja begitu pula dengan Coban Rondo. Larangan ini tidak tertulis dengan gamblang, akan tetapi masyarakat sekitar mematuhinya dengan rasa tunduk luar biasa karena kepercayaan mereka terhadap makhluk halus penunggu coban. Aturan-aturan dasar seperti dilarang berkata kotor, buang sampah sembarangan, buang air sembarangan, dan lain-lain bagai terpatri di benak masyarakat.
Tentu saja larangan memiliki hukuman bagi pelanggarnya, dan itulah yang terjadi pada teman saya. Di saat diselenggarakannya acara kampus di Coban Rondo, beberapa mahasiswa melanggar "aturan-aturan tak terlihat" itu. Dilaporkan bahwa mereka berlaku "tidak sopan" dengan buang air kecil sembarangan, teriak-teriak, dan berkata-kata kotor. Hukuman pun dijatuhkan dan mereka pun mengalami peristiwa supranatural seperti "diikuti" dan yang lebih parah kesurupan.
Exorcism pun harus dilakukan untuk menyadarkan mereka dan hal ini menjadi pengalaman tak terlupakan bagi mereka. Mereka mendapatkan pelajaran untuk menjaga kelakuan mereka dengan apa yang disebut masyarakat sebagai pengalaman supranatural.
0 komentar:
Post a Comment